KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut
nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang “Struktur Jembatan”
Makalah ilmiah
ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari
semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik darisegi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir
kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Cirebon, Januari 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Jembatan
merupakan struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti
sungai, rel kereta api
ataupun jalan raya. Jembatan dibangun untuk penyeberangan pejalan kaki,
kendaraan atau kereta api di atas halangan.Jembatan juga merupakan bagian dari
infrastruktur transportasi darat yang sangat vital dalam aliran perjalanan (traffic
flows). Jembatan sering menjadi komponen kritis dari suatu ruas jalan,
karena sebagai penentu beban maksimum kendaraan yang melewati ruas jalan
tersebut.
Jembatan didefenisikan sebagai struktur
bangunan yang menghubungkan rute atau lintasan yang terputus oleh adanya
sungai, danau, selat, saluran, jalan ataupun perlintasan lainnya. Secara
geometrik lebar jembatan berfungsi sebagai pengontrol volume arus kendaraan
yang dapat dilayani oleh sistem transportasi. Mengingat fungsi di atas,
jembatan dapat dikategorikan sebagai salah satu prasarana transportasi yang
sangat penting dalam memperlancar pergerakan lalu lintas
Secara umum struktur jembatan dibagi
menjadi dua yaitu struktur atas yang menerima beban langsung yang meliputi
berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan. an lalu lintas kendaraan, gaya
rem, beban pejalan kaki dan sebagainya, struktur bawah yang berfungsi memikul
seluruh beban struktur atas dan beban lainnya yang ditimbulkan oleh tekanan
tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan dan sebagainya.
Struktur atas atau biasa disebut bangunan atas terdiri atas trotoar, pelat
lantai kendaraan, balok utama (girder) dabalok diafragma. Adapun bangunan bawah
berupa sistem pondasi seperti abutment dan pilar. Kesatuan struktur yang
sempurna antara struktur atas dan bawah jembatan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apakah yang dimaksud
dengan jembatan ?
1.2.2
Apakah saja klasifikasi
jembatan ?
1.2.3
Apakah kekurangan dan
kelebihan konstruksi jembatan ?
1.2.4
Apakah bagian dari
struktur jembatan ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini
adalah :
1.3.1
untuk mengetahui
definisi jembatan
1.3.2
untuk mengetahui
klasifikasi jembatan
1.3.3
untuk mengetahui
kekurangan dan kelebihan konstruksi jembatan
1.3.4
untuk mengetahui bagian
dari struktur jembatan
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Definisi
Jembatan
(Sturyk dan Veen:1984) Jembatan adalah
suatu konstruksi yang gunanya meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang
berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air atau
lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas jalan lalu lintas biasanya
disebut viaduct. Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Jembatan –
jembatan tetap.
2. Jembatan – jembatan dapat digerakkan. Kedua golongan
jembatan tersebut dipergunakan untuk lalu lintas kereta api dan lalu lintas
biasa.
(Supriyadi dan Muntohar:2007) Jembatan
adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai/saluran
air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi permukaannya.
Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya mempertimbangkan fungsi
kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-arsitektural yang
meliputi : Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek estetika.
Menurut (Asiyanto:2008) jembatan rangka
baja adalah struktur jembatan yang terdiri dari rangkaian batang – batang baja
yang dihubungkan satu dengan yang lain. Beban atau muatan yang dipikul oleh
struktur ini akan diuraikan dan disalurkan kepada batang – batang baja struktur
tersebut, sebagai gaya – gaya 9 tekan dan tarik, melalui titik – titik
pertemuan batang (titik buhul). Garis netral tiap – tiap batang yang bertemu
pada titik buhul harus saling berpotongan pada satu titik saja, untuk
menghindari timbulnya momen sekunder.
2.2 Klasifikasi
Jembatan
Menurut (Siswanto:1999), Jembatan dapat
diklasifikasikan menjadi bermacam-macam jenis/tipe menurut fungsi, keberadaan,
material yang dipakai, jenis lantai kendaraan dan lain-lain seperti berikut :
1. Klasifikasi
jembatan menurut keberadaannya (tetap/dapat digerakkan)
a. Jembatan
tetap, dapat terbuat dari :
1) jembatan
kayu,
2) jembatan baja,
3) jembatan beton bertulang balok T,
4) jembatan pelat beton,
5) jembatan komposit,
6) jembatan beton prategang,
7) jembatan batu.
b. Jembatan
yang dapat digerakkan (umumnya dari baja) dibagi menjadi :
1) Jembatan
yang dapat berputar diatas poros mendatar, seperti:
a) jembatan
angkat
b) jembatan
baskul
c) jembatan
lipat strauss.
2) Jembatan
yang dapat berputar di atas poros mendatar dan yang dapat berpindah sejajar
mendatar,
3) Jembatan
yang dapat berputar di atas poros tegak atau jembatan putar,
4) Jembatan
yang dapat bergeser kearah tegak lurus atau mendatar :
a) Jembatan
angkat,
b) Jembatan
beroda,
c) Jembatan
goyah.
2. Klasifikasi
jembatan menurut fungsinya :
a. Jembatan
jalan raya,
b. Jembatan
jalan rel,
c. jembatan untuk talang air/aquaduk, dan
d. jembatan
untuk menyebrangkan pipa-pipa (air, minyak, gas).
3. Klasifikasi
jembatan menurut material yang dipakai
a. Jembatan
kayu,
b. Jembatan
baja,
c. Jembatan
beton bertulang (konvensional, prategang),
d. Jembatan
bambu,
e. Jembatan
komposit,
f. Jembatan
pasangan batu kali/bata.
4. Klasifikasi
jembatan menurut lantai kendaraan :
a. Jembatan
lantai atas,
b. Jembatan
lantai bawah,
c. Jembatan
lantai ganda,
d. Jembatan
lantai tengah.
5. Klasifikasi
jembatan berdasarkan bentuk struktur atasnya :
a. Jembatan balok/gelagar,
b. Jembatan pelat,
c. Jembatan pelengkung/busur (arch bridge),
d. Jembatan rangka,
e. jembatan gantung (suspension bridge),
f. Jembatan cable stayed.
6. Klasifikasi
jembatan berdasarkan lamanya waktu penggunaan
a. Jembatan
sementara/darurat, merupakan jembatan yang penggunaannya hanya bersifat
sementara, sampai terselesaikannya pembangunan jembatan permanen, yang berupa :
1) Jembatan
kayu,
2) Jembatan balley/acrow, transpanel (Australia)
b. Jembatan
semi permanen yaitu jembatan sementara yang dapat ditingkatkan menjadi jembatan
permanen, misalnya dengan cara mengganti lantai jembatan dengan bahan/material
yang lebih baik/awet, sehingga kapasitas serta umur jembatan menjadi bertambah
baik.
c. Jembatan
permanen, merupakan jembatan yang penggunaannya bersifat permanen serta
direncanakan mempunyai umur pelayanan tertentu (misal dengan umur rencana 50
tahun) :
1) Jembatan
baja tipe Australia,
2) Jembatan
baja Belanda,
3) Jembatan
baja Austria,
4) Jembatan
baja tipe Callender Hamilton,
5) Jembatan
komposit,
6) Jembatan
beton.
7. Klasifikasi
jembatan berdasarkan perilaku seismik daktailnya Klasifikasi ini berdasarkan
peraturan jembatan menurut Bridge Management System 1992. Jembatan (tidak
termasuk pangkal) dapat dikelompokkan untuk maksud perencanaan dan pendetailan
kedalam empat jenis struktur sesuai dengan perilaku seismik daktailnya adalah
sebagai berikut:
a. Jembatan
kelas A, adalah daktail penuh dan monolitik, dan mempunyai karakteristik
berikut:
1)
bangunan atas menerus, atau
dengan sedikit mungkin sambungan yang harus direncanakan dengan pelat
penghubung yang melepas pada gempa,
2)
semua kolom pilar
terikat dalam bangunan atas dan fondasi secara monolitik,
3)
bangunan atas dapat
menggeser pada pangkal tetapi harus dicegah terhadap jatuh (yaitu menyediakan
jarak lebih yang perlu atau penahan yang cukup)
b. Jembatan
kelas B, adalah daktail penuh dan terpisah, dan mempunyai karakteristik berikut
:
1)
sambungan dalam
bangunan atas dan antara bangunan atas dan pilar adalah diijinkan,
2)
hubungan antara ujung
bentang tersendiri (yang tidak perlu dibuat di atas pilar) dan antara bentang
dan pilar didetail agar menampung deformasi dan gaya dari gempa rencana,
3)
semua kolom pilar
terikat dalam fondasi secara monolitik,
4)
semua gaya lateral
ditahan oleh lenturan kolom pilar,
5)
bangunan atas dapat
bergeser pada pangkal tetapi harus dicegah terhadap jatuh (yaitu menyediakan
jarak lebih yang perlu atau penahan yang cukup)
c. Jembatan
kelas C, adalah tidak daktail dan mempunyai karakteristik berikut :
1) umumnya
terbatas pada jembatan kecil dengan satu atau dua bentang,
2) tidak
mempunyai daktilitas dalam daerah pasca-elastis dan direncanakan agar menahan
gaya gempa dengan perilaku elastis,
3) tidak
ada pembatasan jenis struktural yang boleh digunakan
d. Jembatan
jenis lain, yaitu jembatan selain jenis A, B dan C, yang tidak menghasilkan
mekanisme plastis yang pasti dan akan memerlukan analisis dinamik oleh ahli
teknik khusus. Jembatan jenis ini mencakup:
1)
Jenis struktur khusus:
a) jembatan
yang didukung oleh kabel,
b) jembatan
lengkung (arch bridge),
c) jembatan
yang menggunakan penyerapan energi khusus.
2) Jembatan
dengan geometrik khusus :
a) jembatan
dengan pilar tinggi sedemikian sehingga massa pilar 20% lebih besar dari massa
bagian bangunan atas yang menyambung pada beban inersia dipilar,
b) jembatan
dimana
c) jembatan
dengan bentang lebih dari 200 meter,
d) jembatan
dengan kemiringan besar,
e) jembatan
dengan lengkung horisontal besar.
3) Jembatan
pada lokasi runit :
a) lokasi
melalui atau dekat patahan aktif,
b) lokasi
pada atau dekat lereng potensial tidak stabil,
c) fondasi
pasir lepas,
d) fondasi
tanah sangat lembek
4) Jembatan
sangat penting Jembatan dengan kepentingan ekonomis tinggi mengingat biaya
konstuksi tinggi atau akibat keruntuhan yang fatal.
2.3 Kekurangan
dan kelebihan konstruksi jembatan
a.
Jembatan
Gelagar Besi Lantai Kayu
Kelebihan :
1)
Harga Murah (jika ada kayu di desa setempat)
2)
Konstruksi Sederhana
3)
Kekuatan Gelagar (besi) Terjamin
4)
Perawatan Mudah & Murah
5)
Gelagar Besi Awet (jika terlindung dari karat)
Kekurangan
:
1)
Kayu Lantai Sering Lapuk (apalagi kualitas kayu rendah)
2)
Kenyamanan Lalu Lintas Kurang
b. Jembatan Beton Bertulang
Kelebihan :
1)
Awet (tidak mengenal istilah lapuk seperti kayu)
2)
“Relatif” Tidak Perlu Perawatan
3)
Nyaman bagi Lalu Lintas
4)
Harga murah jika dikaitkan dengan umur pakai/manfaat yang
panjang karena kualitas baik
Kekurangan
:
1)
Harga Mahal jika kualitas jelek shg umur pakai pendek
2)
Konstruksi Lebih Rumit
3)
Perlu Pengawasan Ketat untuk Menjamin Kualitas Beton
4)
Pondasi Perlu Lebih Kuat (beban konstruksi lebih berat)
5)
Lebih Sulit dalam Perbaikan, jika ada kerusakan
6)
Kesalahan dalam “pengecoran” Sulit Diperbaiki
c. Jembatan Gantung
Kelebihan :
1)
Bentang Cukup Panjang
2)
Harga Murah
3)
Konstruksi Sederhana
4)
Pelaksanaan Mudah
5)
Kabel Baja “Awet”
6)
Tidak Ada Pekerjaan “Pondasi di Air atau Pilar”
Kekurangan
:
1)
Kayu Lantai Mudah Lapuk (apalagi jika kualitas kayu rendah)
2)
Hanya bisa untuk Kend Roda 2 (untuk bisa kend roda 4 harus
ada perhitungan yang rumit)
3)
Kurang Nyaman (kondisi yang bergoyang)
d. Jembatan Gelagar & Lantai Kayu
Kelebihan :
1)
Harga Murah (apalagi jika ada kayu di desa setempat)
2)
Konstruksi Sederhana
3)
Pelaksanaan Mudah
4)
Pemeliharaan Cukup Mudah
Kekurangan
:
1)
Kayu Kurang Awet atau Mudah Lapuk (apalagi jika kualitas
kayu rendah)
2)
Sedikit Kurang Nyaman bagi Lalin.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bagian-bagian
struktur jembatan
Suatu
bangunan jembatan pada umumnya terdiri dari 6 bagian pokok, yaitu :
a. Bangunan
atas
b. Landasan
c. Bangunan
bawah
d. Pondasi
e. Oprit
f. Bangunan pengaman jembatan
. |
Gambar
3.1. Bagian-bagian Jembatan
Keterangan
Gambar :
1. Bangunan
Atas
2. Landasan
(Biasanya terletak pada pilar / abutment)
3. Bangunan
Bawah (fungsinya : memikul beban – beban pada bangunan atas dan pada bangunan
bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi, kemudian dari pondasi disalurkan
ke tanah)
4. Pondasi
5. Oprit
(terletak dibelakang abutmen, oleh karena itu tanah timbunan di belakang
abutment dibuat sepadat mungkin agar tidak terjadi penurunan tanah dibelakang
hari).
Secara umun bentuk dan bagian-bagian suatu struktur jembatan dapat dibagi dalam empat bagian utama, yaitu : struktur bawah, struktur atas, jalan pendekat, bangunan pengaman.
Gambar 3.2. Bagian Struktur-Struktur Jembatan
a. Struktur
bawah
Fungsi utama bangunan bawah adalah memikul beban – beban pada
bangunan atas dan pada bangunan bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi.
Yang selanjutnya beban – beban tersebut oleh pondasi disalurkan ke tanah. Macam
dan bentuk bangunan bawah :
Bangunan bawah jembatan
ada dua macam yaitu :
1) Kepala
Jembatan (abutment) Karena letak abutment yang berada di ujung jembatan maka
abutment ini berfungsi juga sebagai penahan tanah. Umumnya abutment dilengkapi
dengan konstruksi sayap yang berfungsi menahan tanah dalam arah tegak lurus as
jembatan
gambar 3.3. Bentuk Abutmen |
Bentuk umum abutment pada gambar 3.3. Sering kita jumpai baik pada jembatan- jembatan baru dan jembatan – jembatan lama. Gambar 3.3(a). menunjukkan abutment dari pasangan batu, dan gambar 3.3(b) dan 3.3(c) dari beton bertulang (reinforced concrete).
Bila
abutment ini makin tinggi, maka berat tanah timbunan dan tekanan tanah aktif
makin tinggi pula, sehingga sering kali dibuat bermacam – macam bentuk untuk
mereduksi pengeruh – pengeruh tersebut.
Gambar 3.4.(a). menunjukkan abutment yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mereduksi momen / tekanan tanah aktif. Dan gambar 3.4.(b). menunjukkan |
abutment yang dibelakangnya dibuat
(dikombinasi) dengan semacam box kosong. Disini dimaksudkan untuk mengurangi
berat tanah timbunan.
Disamping beban – beban vertical
dan momen tersebut, kadang – kadang gaya – gaya horizontal yang timbul masih
cukup besar sehingga, misalnya pada abutment dengan pondasi langsung yang mana
didalam perhitungannya masih didapatkan koefisien keamanan terhadap geser yang
belum mencukupi persyaratan, maka sering ditempuh cara lain misalnya dengan
memberikan semacam kaki atau tumit pada bidang pondasinya. Cara meletakkan
tumit bias bermacam – macam (lihat gambar 3.5).
gambar 3.5. Cara meletakkan tumit |
2)
Pilar Jembatan
Bentuk
pilar jembatan
a)
Berbeda dengan abutment
yang jumlahnya 2 buah dalam satu jembatan, maka pilar ini belum tentu ada dalam
suatu jembatan. Gambar 3.6. Menunjukkan suatu jembatan rangka tanpa pilar.
gambar 3.6 Jembatan rangka baja tanpa pilar |
b)
Pilar jembatan pada
umumnya terkena pengaruh aliran sungai sehingga didalam perencanaannya
direncanakan selain segi kekuatannya harus juga diperhitungkan segi – segi
keamananya.
Bentuk dari
dinding pilar ini bisa masif (solid), kotak atau beberapa kotak (cellular),
bias terdiri dari kolom – kolom (trestle) atau dari 1 kolom saja (hammer head).
Lihat Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Bentuk Dinding Pilar |
3)
Pada solid type selain
dari beton bertulang, sering dijumpai juga terbuat dari pasangan batu. Bila
bentuk ini dipergunakan khusus pada bidang kotak dengan arus air harus dibuat
lengkung air (cut water). Salah satu keuntungannya ialah mudah di dalam
pengerjaannya.
Penggunaan
bentuk ini harus diperhitungkan terhadap arah arus sungai yang tidak konstan.
Jika arah arus parallel dengan arah dinding pilar maka bidang kontak langsung
dengan arus hanya sebesar tebal dinding sumuran D (lihat gambar 3.8 ), akan
tetapi apabila suatu ketika arah arus yang baru menyudut α dengan arah arus
yang lama maka bidang kontak tersebut menjadi D’ ∞ B sin α dimana B = panjang
dinding pilar dan D’ ini > D.
Gambar 3.8 Layout Dinding Pilar Jika Arus Parallel Dan |
Arus Yang Menyudut α
Bentuk
yang lebih ekonomis, misalnya jika dinding pilar dilaksanakan dengan bentuk
kolom bulat dan oval (trestle type dan hammer type), meskipun pelaksanaannya
lebih sulit. Bentuk kolom bulat mempunyai suatu keuntungan yaitu tidak ada
perubahan pengaruh jika arah arus berubah – ubah (Lihat Gambar 3.9).
Gambar 3.9 Pilar Dengan Bentuk Kolom Bulat |
Untuk pilar – pilar yang tinggi bentuk trestle type, sering diperkuat dengan kopel atau dinding untuk menambah kekakuan dalam kaitannya dengan pengaruh tekuk pada kolom
Gambar 3.
gambar 3.10 Trestle Type |
Pada Gambar 3.11 Menunjukkan bentuk – bentuk lain dari pilar yang karena pertimbangan – pertimbangan pelaksanaan (misalnya pail air normal yang cukup tinggi sehingga sulit untuk melaksanakan kistdam), bidang poer dibuat di atas tinggi normal.
Gambar 3.11 Penempatan Pilar pada Air Normal |
Menurut (siswanto:1999), Secara umum struktur bawah dilakukan meliputi stabilitas dan kekuatan elemen-elemen struktur, sehingga aman terhadap penggulinagan atau penggeseran. Struktur bawah suatu jembatan adalah merupakan sutau pengelompokan bagian-bagian jembatan yang menyangga jenisjenis beban yang sama dan memberikan jenis reaksi sama, atau juga dapat disebut struktur yang langsung berdiri di atas dasar tanah.
1)
Fondasi, merupakan
bagian dari sebuah jembatan yang meneruskan bebanbeban langsung kea tau dari
tanah atau batuan/lapisan tanah keras.
2)
Bangunan bawah (pangkal
jembatan, pilar) yaitu bagian-bagian jembatan yang memindahkan beban-beban dari
perletakan ke fondasi, dan biasanya juga difungsikan sebagai bangunan penahan
tanah.
b. Struktur
Atas
Struktur atas jembatan adalah bagian dari struktur
jembatan yang secara langsung menahan beban lalu lintas untuk selanjutnya
disalurkan ke bangunan bawah jembatan; bagian-bagian pada struktur bangunan
atas jembatan terdiri atas struktur utama, sistem lantai, sistem perletakan, sambungan
siar muai dan perlengkapan lainnya; struktur utama bangunan atas jembatan dapat
berbentuk pelat, gelagar, sistem rangka, gantung, jembatan kabel (cable stayed)
atau pelengkung.
Struktur atas jembatan adalah
bagian-bagian jembatan yang memindahkan beban-beban lantai jembatan kearah
perletakan. Struktur atas terdiri dari : gelagar-gelagar induk, struktur
tumpuan atau perletakan, struktur lantai jembatan/kendaraan, pertambahan arah
melintang dan memanjang.
c.
Pondasi
Macam
– macam pondasi secara umum :
1)
Pondasi dangakal –
pondasi langsung (Shallaow Foundations) Pondasi langsung dipergunakan bila
lapisan tanah pondasi yang telah diperhitungkan mampu memikul beban – beban di
atasnya, terletak pada lokasi yang dangkal dari dasar sungai atau tanah
setempat. (lihat gambar – gambar pondasi langsung dari abutment/pilar).
Gambar 3.13 Pondasi
Langsung pada Abutment |
2)
Pondasi
dalam (Deep Foundations)
Pondsi dalam sering
juga dinamakan pondasi tak langsung, alasannya ialah karena beban – beban yang
akan diteruskan ke lapisan tanah yang mampu memikulakanya, letaknya dalam dari
tanah setempat, sehingga terlebih dahulu harus disalurkan melewati suatu konstruksi
penerus yang disebut pondasi tiang atau pondasi sumuran.
a)
Pondasi
Tiang Pancang Jenis – jenis tiang pancang :
1.
Point
bearing pile Point bearing pile dimaksudkan kekuatan tiang didasarkan pada daya
dukung tanah (Gambar 3.14). Sering kali didalam perencanaan didapatkan daya
dukung tersebut sangat besar sehingga akhirnya kekuatan tiang pancangnya
sendiri yang lebih menentukan.
Gambar 3.14 Point Bearing Piles |
2. Friction piles Friction piles : jika tanah tersebut mengandung banyak pasir, maka akan bekerja gaya – gaya dari pasir tersebut. (Gambar 3.15)
Gambar 3.15 Friction Files |
3. Adhesive pile
Jika
tanah tersebut tanah liat, maka akan bekerja gaya – gaya lekatan. Tiang pancang
demikian dinamakan Adhesive pile.
Bentuk
dan material pondasi tiang pancang :
Material
tiang pancang bias dari kayu, baja, beton bertulang, dan beton pratekan.
Diberikan beberapa contoh untuk tiang pancang.
1) Tiang
pancang kayu Pada umumnya bentuk tiang pancang ini bulat atau segi empat.
2) Tiang
pancang beton bertulang Paling banyak digunakan untuk pondasi tiang pada
jembatan – jembatan di Indonesia.
3) Tiang
beton pratekan
4) Tiang
Baja
Dilihat
dari daya dukungnya tiang baja ini mempunyai kekuatan yang lebih besar dari
pada tiang beton (untuk luas bidang kekuatan yang sama). Untuk tanah – tanah
yang berpasir, tiang pancang baja lebih sesuai dari tiang beton. Pada umumnya
bentuk tiang pancang baja adalah profile atau pipa ( bentuk – bentuk ini yang
banyak dilaksanakan untuk jembatan – jembatan di Indonesia).
b) Pondasi
sumuran
Jenis
– jenis pondasi sumuran :
1. Open
caissons Open caissons sering juga dinamakan well foundation. Dimaksudkan
pondasi sumuran dimana tidak ada penutup atas maupun bawah selama dalam
pelaksanaan.
2. Pneumatic
caisson
Pneumatic
caisson adalah caisson dimana diperlengkapi dengan konstruksi penutup didekat
dasar caisson yang dapat diatur sedemikian rupa sehingga pekerja – pekerja
dapat melaksanakan penggalian tanah di dasar sumuran di bawah konstruksi
penutup tersebut. Pondasi ini kebanyakan dilaksanakan pada jembatan dimana
kondisi air sungainya sangat tinggi sehingga tidak mungkin bias dibuat
pembendung air (kistdam) secara tersendiri.
d. Banguan
pengaman
Bangunan Pengaman merupakan
bangunan yang diperlukan untuk pengamanan jembatan terhadap lalu lintas darat,
lalu lintas air, penggerusan dan lain-lain.
Bangunan pelengkap pada jembatan
adalah bangunan yang merupakan pelengkap dari konstruksi jembatan yang
fungsinya untuk pengamanan terhadap struktur jembatan secara keseluruhan dan
keamanan terhadap pemakai jalan. Macam-macam bangunan pelengkap:
1) Saluran
drainase Terletak dikanan-kiri abutment dan di sisi kanan-kiri perkerasan
jembatan. Saluran drainase berfungsi untuk saluran pembuangan air hujan diatas
jembatan,
2) Jalan
Pendekat (oprit)
jalan
pendekat adalah struktur jalan yang menghubungkan antara suatu ruas jalan
dengan struktur jembatan; bagian jalan pendekat ini dapat terbuat dari tanah
timbunan, dan memerlukan pemadatan yang khusus, karena letak dan posisinya yang
cukup sulit untuk dikerjakan, atau dapat juga berbentuk
struktur
kaki seribu (pile slab), yang berbentuk pelat yang disangga oleh balok kepala
di atas tiang-tiang. Permasalahan utama pada timbunan jalan pendekat yaitu
sering terjadinya penurunan atau deformasi pada ujung pertemuan antara struktur
perkerasan jalan terhadap ujung kepala jembatan. Hal ini disebabkan karena:
a) Pemadatan
yang kurang sempurna pada saat pelakasanaan, akibat tebal pemadatan tidak
mengikuti ketentuan pelaksanaan atau kadar air optimum tidak terpenuhi.
b) Karena
air mengalir keluar, dimana terjadi kapilerisasi pada lapisan atau kelurusan
air melalui saluran drainase sehingga ada perubahan tegangan efektif.
c) Pemadatan
lapisan timbunan jalan pendekat yang berlebih, dimana terjadi perubahan kadar
air yang mengakibatkan pengembangan lapisan tanah yang dapat mendesak permukaan
perkerasan ke atas.
3) Talud
Talud mempunyai fungsi utama sebagai pelindung abutment dari aliran air
sehingga sering disebut talud pelindung terletak sejajar dengan arah arus
sungai.
4) Guide
post/patok penuntun Patok Penuntun berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi
kendaraan yang akan melewati jembatan, biasanya diletakkan sepanjang panjang
oprit jembatan.
5) Lampu
penerangan Menurut Departement Pekerjaan Umum (1992) tentang spesifikasi lampu
penerangan jalan perkotaan, Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan
pelengkap jalan yang dapat diletakkan/dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di
tengah (di bagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun
ling kungan disekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan
(intersection), jalan layang (interchange, overpass, fly over), jembatan dan
jalan di bawah tanah (underpass, terowongan).
Beberapa
fungsi dari Lampu Penerangan Jalan antara lain :
a)
untuk meningkatkan keselamatan
dan kenyamanan pengendara, khususnya untuk mengantisipasi situasi perjalanan
pada malam hari.
b)
memberi penerangan
sebaik-baiknya menyerupai kondisi di siang hari.
c)
untuk keamanan
lingkungan atau mencegah kriminalitas.
d) untuk
memberikan kenyamanan dan keindahan lingkungan jalan.
6) Trotoar
Trotoar
adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi
dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang
bersangkutan. Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka
bercampur dengan kendaraan, maka mereka akan memperlambat arus lalu lintas.
Oleh karena itu, salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah
berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa
menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan
pembangunan trotoar.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jembatan adalah suatu konstruksi
yang gunanya meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah.
Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air atau lalu lintas biasa.
Jembatan dapat diklasifikasikan
menjadi bermacam-macam jenis/tipe menurut fungsi, keberadaan, material yang
dipakai, jenis lantai kendaraan dan lain-lain. Konstruksi jembatan pun
mempunyai kekurangan dan kelebihan.
Suatu bangunan jembatan pada
umumnya terdiri dari 6 bagian pokok, yaitu Bangunan atas, Landasan, Bangunan
bawah Pondasi, Oprit, Bangunan pengaman jembatan.
Secara
umun bentuk dan bagian-bagian suatu struktur jembatan dapat dibagi dalam empat
bagian utama, yaitu : struktur bawah, struktur atas, jalan pendekat, bangunan
pengaman.
4.2 Saran
Menyadari
bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber -
sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Admin.2000. Struktur Jembatan Struktur BajaStruktur BetonStruktur JembatanTeknik Pondasi.diambil
dari : https://www.ilmutekniksipil.com/struktur-jembatan-2/struktur-jembatan
(19 Maret 2012)
Asiyanto.2008.Metode Konstruksi Jembatan Rangka Baja.Jakarta:UI Press.
Manullang,
T.H.H. (2010) Perancangan Jembatan Baja
SUI. DAK Kabupaten Sintang Propinsi
Kalimantan Barat. S1 thesis, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Siswanto, M.F., 1999. Diktat Kuliah Struktur Baja III.
Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil FT Universitas Gadjah Mada
Sturyk dan
Veen.1984.Jembatan.
Jakarta : P.T. Pradnya Paramita.
Supriyadi, Bambang. 1997. Analisis Struktur Jembatan. Yogyakarta: Betta Offset
Supriyadi dan Muntohar.2007.Jembatan.Yogyakarta:Betta Offset.